Saturday, December 10, 2016

IVF: Janin lambat berkembang (h+48)

Dengan bersedih hati kami ikhlas menerima bahwa Allah belum menitipkan amanahnya saat ini.

Saat kontrol hari Sabtu pagi (10 Des), jam 10.30 tiba giliran kami dipanggil masuk ke ruangan, dr. Gita menanyakan perkembangan kehamilan istri. Sejak terakhir kontrol 30 Nov lalu istri masih mengalami flek, semalam agak lebih banyak sampai membuat istri susah tidur.

Saat di-USG dr. Gita, terlihat dua kantung janin namun ukurannya baru berkembang menjadi 0,56 cm saja sejak dari proses ET 3 minggu lebih yang lalu, isi janinnya pun belum terlihat. Beliau agak cemas saat melihat perkembangan yang lambat ini karena terakhir di-USG 30 Nov lalu ukurannya 0,45 cm. Istri diresepkan obat Duphaston dan Cygest saja, sementara Lovenox-nya stop dulu.

Kami diminta datang kontrol lagi besok Selasa (13 Des) untuk di-USG lagi dan tes lab Beta-HCG. Beliau tidak pesimis bilang bahwa kemungkinan janin ini tidak akan bertahan, namun beliau justru optimis mengingatkan kalau kami masih punya cadangan 5 embrio lagi. Sebenarnya dari kata-kata beliau kami sudah dapat menangkap maksudnya hanya saja mungkin beliau tidak ingin membuat kami down.

Karena menunggu hingga Selasa terlalu lama, kami ingin tes lab Beta-HCG hari ini saja. Kata dr. Gita bila normal maka nilai Beta-HCG istri hari ini seharusnya di kisaran 1500an. Jam 11 kami segera ke lab RSCM Kencana dan minta tolong agar hasilnya bisa jadi secepatnya supaya masih sempat konsultasi kembali dengan dr. Gita.

Jam 13 selepas makan siang kami segera menuju lab untuk mengambil hasilnya. Saya yang membuka amplop lab dengan sabar memberi tahu kalau hasil Beta-HCG istri sekarang nilainya 135,3. Sudah jauh menurun dibanding 30 Nov lalu yang masih 846,6.
hasil tes lab Beta-HCG (10 Des)
Kami segera bertemu lagi dengan dr. Gita, beliau sudah menduga hasilnya. Kemungkinan embrio kami kurang bagus kualitasnya, entah bisa dari kromosom suami, atau istri, atau bisa dari keduanya. Penjelasan dr. Gita sama seperti yang pernah Mbak Dini ceritakan, ini merupakan seleksi alam, embrio yang berkualitas kurang bagus akan luruh dengan sendirinya.

Kami penasaran apakah ini ada pengaruhnya dengan riwayat istri yang pernah kena TORCH, namun dr. Gita tidak mencemaskan hal itu karena hasil tes lab TORCH istri yang dulu pernah kami lakukan menunjukkan kalau istri sudah membentuk antibodi terhadap TORCH.

Kami ingin secepatnya IVF lagi, namun sebelumnya istri ingin menjalani Histeroskopi (teropong rahim) untuk mengetahui kondisi di dalam rahimnya. Kami disarankan datang minimal dua hari setelah istri selesai haid bila ingin dilakukan Histeroskopi.

Selesai konsultasi, kami janjian bertemu dengan Mbak Dini karena istri ingin curhat. Mbak Dini mengajak kami menuju ruang tunggu yang sepi dan seketika istri menangis saat bercerita. Namun Mbak Dini seperti biasa selalu memberikan semangat positif, setidaknya dapat mengurangi kesedihan hati kami.

Istri tidak jadi diresepkan obat sama sekali, diharapkan dalam beberapa hari istri akan haid, dr. Gita juga tidak meresepkan obat untuk mempercepat haid karena bila dibantu obat biasanya membuat lebih nyeri, lebih baik menunggu secara alami.

Benar saja, malamnya istri mulai haid walau masih sedikit, baru hari Minggu-nya (11 Des) haidnya mulai agak lancar. Bila sangat nyeri dibolehkan minum obat Ponstan, paling banyak dosisnya 3 tablet per hari. Selesai haidnya tanggal 19 Des, agak lebih lama dari biasanya.
kuitansi Klinik Yasmin (10 Des)
Total investasi = Rp 906,000
Jasa rumah sakit cluster = Rp 100,000
Konsultasi dr. Gita Pratama = Rp 250,000
USG 2D tanpa print = Rp 135,000

Tes Beta-HCG (kuantitatif) = Rp 421,000

No comments:

Post a Comment