Wednesday, January 1, 2014

Iway ~ kisah cinta kami

Kisah blog Iway ini berawal dari perkenalan saya dengan seorang gadis di kampus Reformasi yang mana seminggu kemudian akhirnya kita jadian pada 16 April 2006. Banyak suka duka yang telah kami lewati, misalnya kala kita harus pacaran jarak jauh karena saya melanjutkan kuliah S2 di Jogja dan lanjut ikut pertukaran pelajar di Rotterdam.

Selepas lulus kuliah saya diterima bekerja di salah satu sekuritas ternama di Jakarta pada Maret 2011, setelah melewati masa percobaan 6 bulan akhirnya saya pun diangkat menjadi pegawai tetap pada Agustus 2011. Selanjutnya saya melamar dia dan kami merencanakan pernikahan di akhir tahun, waktu persiapan hanya tersisa 4 bulan namun semuanya dapat berjalan lancar.

Akhirnya kami pun memulai hidup baru sebagai sepasang suami istri dengan menikah pada 4 Desember 2011. Sebelum menikah kami melakukan medical check-up pranikah untuk mengetahui kondisi kesehatan reproduksi kami. Hasilnya, saya normal dan istri diketahui dulu pernah terkena virus toksoplasma namun sekarang sudah sembuh dan sudah hilang, yang menurut dokter sembuhnya bukan karena minum obat melainkan karena pengaruh daya tahan tubuh istri sendiri. Kami berdua memang penyayang kucing, namun kami tidak sepenuhnya menyalahkan kucing sebagai penyebab toksoplasma.

Singkat cerita, setelah setahun menikah kami belum diberikan keturunan, akhirnya pada akhir 2012 kami datang mengecek ke dokter kandungan di RS Hermina Galaxy dengan dr. Bayu Widianto SpOG. Dokter menyarankan kami berdua di tes. Hasilnya, istri normal dan berdasarkan hasil HSG-nya adalah kedua tuba paten. Sementara hasil saya buruk, analisa sperma saya adalah Oligo Astheno Teratozoospermia, sperma saya memiliki tiga kondisi tidak normal yaitu:
1) oligozoospermia (kelainan jumlah sperma) berarti jumlah sperma kurang dari 20jt/ml
2) asthenozoospermia (kelainan gerak sperma) berarti sperma yang bergerak normal (gerak lurus cepat dan gerak lurus lambat) kurang dari 50%
3) teratozoospermia (kelainan bentuk sperma) berarti sperma yang berbentuk normal (ada kepala, badan, dan ekor) kurang dari 30%.

Saya diresepkan 3 jenis obat yang harus dikonsumsi selama 3 bulan ke depan untuk mengobati masing-masing masalah tersebut yaitu Tribestan, Profertil, dan Infelon. Total biaya untuk ketiga resep obat selama 3 bulan itu sekitar 3 juta sekian. Namun hasilnya setelah saya kembali dites 3 bulan kemudian adalah Normozoospermia yang artinya kondisi sperma saya sudah normal.

Kami lalu mencoba cara alami dengan berhubungan pada saat istri subur namun beberapa bulan lamanya belum juga berhasil. Kami datang kembali ke RS Hermina Galaxy, kali ini istri mau memilih dokter wanita supaya tidak risih bila harus diperiksa, kami menemui dr. Rahayuning Indit Pramesti SpOG. Istri diresepkan obat Profertil. Beberapa bulan mencoba namun tetap belum berhasil.

Kami pun pindah ke RS Bunda, konsultasi dengan dr. Anggia Melanie Lubis SpOG, kembali diresepkan obat Profertil. Kami hanya berkonsultasi sekitar 4 kali pertemuan saja karena selain jaraknya jauh dengan rumah kami di Bekasi, namun juga mahal biayanya.

Atas saran teman yang sudah berhasil hamil, kami diminta datang ke RS Asih di Panglima Polim, berkonsultasi dengan dr. R. Bagus Ontowirjo Harjo Pamenang SpOG atau biasa dipanggil dr. Onto. Dokter ini cukup sepuh karena kelahiran tahun 1950, suka bercanda dan enak diajak ngobrol. Namun juga bisa galak, karena kami waktu itu diminta membeli resep obat Profertil namun karena saya mau hemat malah beli obat Fensipros yang isi kandungannya sama yaitu Clophimene citrate 50 mg.

Kami sempat lama berkonsultasi dengan dokter ini, mungkin sekitar 5 kali siklus haid istri.
Istri diminta minum Profertil selama 3 bulan untuk dihitung berapa lama siklus haid istri dan ditentukan kapan masa subur istri. Saat 2 bulan pertama istri mengonsumsi Profertil belum membuahkan hasil, namun saat siklus ketiga sempat terganggu karena istri terkena sakit demam berdarah. Terpaksa kami harus mengulang lagi dari pertama.
Kali ini istri telah minum Profertil sampai melewati 3 kali siklus namun karena belum hamil juga, saat istri haid kami harus datang kontrol ketemu dr. Onto, namun karena saat itu bertepatan dengan libur Lebaran, dr. Onto tidak bisa ditemui dan hanya bisa menyarankan kami untuk kembali mulai dari siklus awal lagi. Dari sini kami benar-benar kesal karena hanya tidak bisa bertemu konsultasi terpaksa harus mulai lagi dari awal sementara waktu dan biaya sudah banyak habis.

Akhirnya kami sempat vakum sebentar konsultasi dengan dokter medis. Ada teman yang menyarankan kami datang ke pengobatan alternatif karena teman saya itu sendiri sudah berhasil mencobanya, istrinya hamil anak kedua setelah kelahiran anak pertamanya 10 tahun yang lalu. Jadilah kami datang ke Bidan Murni yang berada di Tajur Bogor. Ibu Murni yang membuka praktek di rumahnya sendiri ini merupakan ahli Reiki yang menggunakan tenaga dalam untuk mendeteksi dan mengobati penyakit pasiennya.

Pasangan suami istri yang baru pertama kali datang ke sini akan dites terlebih dahulu olehnya, Bu Murni akan meletakkan tangannya di depan perut istri dan dia akan bersendawa yang menunjukkan bahwa istri masih ada kemungkinan hamil dengan bantuan darinya.
Uniknya Bu Murni meresepkan kami obat yang harus kami beli dan olah sendiri, seperti sayur-sayuran dan makanan bergizi lainnya. Biaya pengobatannya pun seikhlasnya tanpa dipatok tarif tertentu.
Ada satu hal yang harus kami lakukan yaitu saat masa subur istri, kami harus berhubungan intim selama 7 hari berturut-turut, namun karena kesibukan saya yang melelahkan, kami sempat bolong dalam memenuhi syarat ini.

Karena masih belum berhasil, kami berencana mengambil program kehamilan di RS Omni Pulomas, atas saran teman saya yang meminta kami berkonsultasi dengan dr. Caroline Tirtajasa, SpOG(K). Gelar tambahan K dinamanya adalah singkatan dari Konsultan, dimana dokter ini enak diajak berdiskusi seputar kesehatan reproduksi pasiennya, sesuai dengan apa yang kami rasakan setiap berkonsultasi dengannya.
Saya dites sperma dengan hasil Normozoospermia. Istri kembali diminta cek HSG dengan hasil kedua tuba paten, dan juga beberapa tes laboratorium yaitu CA-125, LH, FSH, Prolaktin, dan AMH. Dari hasil tes lab dan beberapa catatan medis sebelumnya, dr. Caroline bisa menyimpulkan bahwa istri ada PCOS atau Polycystic ovarian syndrome dimana hormon estrogen dan progesteron tidak seimbang sehingga mengakibatkan sel telur tidak dapat berkembang normal untuk dapat dibuahi.

Kami diresepkan tiga jenis obat: Eturol, Tonicard, dan Asam Folat, yang harus kami berdua konsumsi selama 3 bulan dan berhubungan intim secara alami. Karena belum berhasil, memasuki bulan keempat atau siklus haid istri yang keempat, istri diresepkan obat Profertil. Di hari kesebelas setelah haid (h+11) istri di-USG untuk dilihat ukuran sel telurnya, hasilnya masih kecil dibawah ukuran normal.
Istri kembali diresepkan obat Femara untuk memacu pembesaran sel telur, namun masih belum berhasil.
Di siklus berikutnya, istri diresepkan obat yang lebih kuat lagi yaitu Gonal-f 75 IU, setelah dilihat melalui USG ternyata obat ini berhasil membesarkan sel telur istri sehingga kami mencoba untuk inseminasi.

Demikian sekilas info di awal blog ini, cerita berikutnya dapat kalian ikuti di catatan kami selanjutnya.

Selamat membaca :)